Gempa Bumi Turki Seharusnya Jadi 'Alarm' Bagi Indonesia untuk Perkuat Mitigasi Bencana

Guru besar Teknik Sipil UII, Prof. Sarwidi mengatakan banyak pelajaran yang bisa dipetik dari fenomena gempa Turki-Suriah untuk mitigasi bencana gempa di Indonesia di masa yang akan datang.

Thoriq Anwar
Sabtu, 11 Februari 2023 | 13:40 WIB
Gempa Bumi Turki Seharusnya Jadi 'Alarm' Bagi Indonesia untuk Perkuat Mitigasi Bencana
Ilustrasi gempa Turki-Suriah. ((AFP))

SuaraCianjur.id - Bencana gempa bumi di Turki pada 6 Februari 2023 pagi hari pukul 04.17 waktu setempat menyebabkan jatuhnya korban hingga 12.000 jiwa dan kerusakan bangunan yang masif.

Pakar Gempa sekaligus Guru Besar Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Sarwidi memiliki penilaian tersendiri atas peristiwa memilukan tersebut. 

Menurutnya, banyak pelajaran yang bisa dipetik untuk mitigasi bencana gempa di Indonesia ke depan.

“Lebih dari 2/3 wilayah Indonesia rawan gempa, dan bahkan wilayah-wilayah yang pada penduduknya banyak yang berada di wilayah rawan gempa," ujar Prof. Suwardi, dikutip SuaraCianjur.id dari laman resmi UII, Sabtu (11/2/2023).

Baca Juga:Wajib Menang, Berikut Modal Arsenal Bisa Kalahkan Brentford FC

"Dengan demikian, mayoritas masyarakat Indonesia berada dalam ancaman bencana gempa bumi, yang sewaktu-waktu dapat terjadi,” lanjutnya. 

Pria yang juga menjabat sebagai Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu menambahkan, antisipasi bencana gempa di Indonesia menggunakan pendekatan pengurangan risiko bencana (PRB).

Hal ini sebagaimana dengan Turki dan negara-negara yang rawan gempa lainnya. PRB gempa meliputi tiga unsur yang harus dikelola. 

Pertama, ancaman gempa yang harus terus menerus digali dan diteliti untuk mendapatkan peta kerawanan gempa yang selalu terkinikan sebagai referensi dalam melaksanakan pembangunan. 

Kedua, kerentanan bangunan dan lokasi. Kerentanan bangunan harus dikurangi semaksimum mungkin dengan menerapkan konsep bangunan/infrastruktur tahan gempa. 

Baca Juga:Akhirnya, Anies Baswedan Berikan Klarifikasi Terkait Dengan Hutang Rp 50 M ke Sandiaga Uno

Penataan permukiman harus mempertimbangkan apakah berada di lokasi yang berpotensi likuifaksi berat, longsor berat, dan tsunami. 

Ketiga, kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempa yang harus selalu ditingkatkan, di antaranya melalui sosialisasi kegempaan, kebencanaan, dan praktik simulasi darurat gempa.

“Selain itu, konflik harus dihindari sedapat mungkin, karena konflik akan melemahkan sistem penanggulangan bencana yang konsekuensinya adalah skala dampak bencana akan membesar,” tegasnya. (*)

REKOMENDASI

BERITA TERKAIT

Berita

Terkini

Metropolitan | 14:49 WIB
Metropolitan | 14:49 WIB
Tampilkan lebih banyak