SuaraCianjur.Id- Sebagai seorang bos, perfeksionis dan ambisius dalam mengerjakan pekerjaan dapat dianggap sebagai sifat positif yang membantu mencapai hasil yang baik.
Namun, ketika perilaku tersebut berubah menjadi menuntut dan mempengaruhi kesehatan mental karyawan, perlu dilakukan refleksi dan tindakan untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan.
Studi dari Universitas Stanford menunjukkan bahwa bos yang perfeksionis dan menuntut dapat memicu stres pada karyawan. Stres yang berkepanjangan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental karyawan, seperti peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan kelelahan.
Namun, tidak semua perfeksionis dan bos yang menuntut berdampak negatif pada kesehatan mental karyawan.
Baca Juga:Pure Wrath, Proyek Solo Black Metal Pemuda Bekasi Buka Hari Pertama Hammersonic 2023
Studi dari Universitas Michigan menunjukkan bahwa jika bos memberikan dukungan emosional dan karyawan merasa dihargai, karyawan akan merasa lebih termotivasi dan bahagia dalam bekerja.
Sebagai bos, penting untuk memahami bahwa mempunyai standar yang tinggi dan menuntut karyawan untuk mencapainya adalah hal yang baik.
Namun, memastikan bahwa karyawan merasa didukung dan dihargai juga merupakan hal yang penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik karyawan.
Sebagai karyawan, penting untuk mengkomunikasikan dengan bos mengenai kekhawatiran atau stres yang Anda rasakan dan berbicara tentang harapan dan kebutuhan Anda. Jangan ragu untuk meminta dukungan jika diperlukan.
Ketika perfeksionisme dan keinginan untuk kesempurnaan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik karyawan, perlu dilakukan tindakan untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan.
Dengan bekerja sama, bos dan karyawan dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. (*)
(*/Haekal)
Sumber: University of Stanford. (2016). Study finds perfectionism and high achievement can be a toxic combination.
University of Michigan. (2018). Study: Bosses who show empathy have more productive teams.