SuaraCianjur.Id- Junimart Girsang, Anggota DPR RI Fraksi PDIP menilai BEM Universitas Indonesia perlu belajar santun dan cerdas dalam menyampaikan sebuah kritik.
Hal tersebut disampaikan sebagai respon video kritik hasil BEM UI dengan gambar Puan Maharani berbadan tikus.
"Menurut saya adik-adik mahasiswa yang mengatasnamakan BEM UI ini harus belajar cerdas dan santun. Rakyat mana yang mereka wakili," kata Junimart kepada wartawan, Kamis (23/3/2023).
Ia kemudian menilai kritik dari BEM UI yang diperuntukkan kepada Puan memiliki nuansa provokatif. Padahal, menurut Junimart BEM UI bisa menyampaikan kritik menggunakan forum resmi.
Baca Juga:Resep Menu Sahur Bergizi dan Kenyang, Nasi Kebuli Ayam
"Kritik disampaikan saja melalui forum resmi bukam provokatif dan cenderung melecehkan rakyat. DPR itu dipilih langsung oleh rakyat. Monggo diterjemahkan sendiri," kata Junimart.
Penjelasan Ketua BEM UI
Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang menjelaskan bahwa video kritik DPR menggunakan gambar Puan Maharani berbadan tikus yang beredar di sosial media merupakan bentuk kemarahan berbagai pihak.
Atas disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Ia menyebut, BEM UI bersama masyarakat lainnya secara konsisten menolak undang-undang Ciptaker sejak masih menjadi rumusan pada 2020 lalu.
Namun, setelah UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi, Presiden Jokowi justru menerbitkan Perppu.
“Lebih anehnya lagi, yang lebih membuat kami marah lagi, tindakan inskonstitusional Jokowi yang menerbitkan Perppu Cipta Kerja ini malah diamini, diiyakan oleh seluruh anggota DPR yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU kemarin,” kata Melki saat dihubungi, Kamis (23/3/2023).
Karena itu, pihaknya menyebarkan video sebagai bentuk penolakan terhadap UU yang disahkan DPR pada Selasa (20/3/2023).
“Itu merupakan puncak dari kemarahan kami selama bertahun-tahun mengawal Ciptaker, dari dia masih RUU Omnibus Law Ciptaker, diputus inkonstitusional bersyarat oleh MK, dan kemudian terbit Perppu,” tutur Melki.
“Itu adalah puncak kemarahan kami terhadap berbagai hal-hal buruk yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan juga anggota DPR,” sambung dia.
Tambahnya, Melki menilai bahwa substansi Perppu Ciptaker yang telah disahkan menjadi UU tersebut merampas hak-hak warga sipil, merugikan pekerja, dan menganggu kesejahteraan rakyat.
“Bagi kami, mereka tidak pantas lagi menyandang nama dewan perwakilan rakyat, lebih pantas menjadi dewan perampok rakyat, dewan penindas rakyat, atau dewan pengkhianat rakyat,” pungkas Melki. (*)