SuaraCianjur.Id- Rush hour atau jam sibuk merupakan fenomena yang kerap terjadi di Indonesia, terutama di kota-kota besar.
Fenomena ini terjadi ketika banyaknya kendaraan bermotor yang bergerak pada saat yang sama dan pada rute yang sama, sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas yang luar biasa.
Fenomena rush hour ini tidak hanya berdampak pada mobilitas para pekerja, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental mereka.
Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Mental Health America (MHA) pada tahun 2018 yang menunjukkan bahwa stres dalam perjalanan ke tempat kerja atau rush hour dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Menurut buku yang berjudul "The Happiness Advantage" yang ditulis oleh Shawn Achor, PhD, menjelaskan bahwa stres yang dialami saat rush hour dapat memicu produksi hormon kortisol yang tinggi dalam tubuh.
Kondisi ini dapat mengganggu keseimbangan emosi dan merusak kesehatan mental seseorang.
Ahli kesehatan mental juga menyarankan agar para pekerja yang sering mengalami rush hour untuk melakukan beberapa kegiatan yang dapat mengurangi stres, seperti meditasi, latihan pernapasan, dan olahraga ringan.
Selain itu, para ahli juga menyarankan agar pemerintah dan perusahaan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilitas, seperti infrastruktur transportasi yang baik, fleksibilitas jam kerja, dan dukungan untuk bekerja dari rumah.
Dalam kesimpulannya, rush hour di Indonesia dapat menjadi suatu beban yang memengaruhi kesehatan mental para pekerja.
Baca Juga:Umrah Ketemu Orang Tua Fuji, Doa Oma Gala Sky untuk Thariq Halilintar Jadi Anaknya Diungkit Lagi
Dalam menghadapi fenomena ini, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mencari solusi yang tepat agar mobilitas para pekerja tidak berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. (*)
(*/Haekal)