SUARA CIANJUR - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, diprediksi memiliki potensi yang tinggi untuk masuk ke putaran kedua Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan bahwa Prabowo unggul atas dua calon potensial lainnya, yaitu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Dalam survei yang melibatkan 1.200 responden dari seluruh wilayah Indonesia, Prabowo berhasil memperoleh dukungan sebesar 33,9 persen.
Ganjar Pranowo berada di posisi kedua dengan 31,9 persen, sedangkan Anies Baswedan menempati posisi ketiga dengan 20,8 persen.
Baca Juga:3 Hal Penghambat Upaya Peningkatan Kualitas Diri, Terlalu Gampang Puas!
Menurut peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, peluang terjadinya putaran kedua Pilpres 2024 terbuka jika terdapat tiga pasangan calon presiden.
Dalam situasi tersebut, calon presiden yang memperoleh keunggulan minimal 33,3 persen dipastikan akan masuk putaran kedua.
Prabowo, dengan perolehan suara di atas angka tersebut, secara sementara diprediksi akan lolos ke putaran kedua.
Adjie Alfaraby juga menjelaskan empat alasan mengapa Prabowo dianggap memiliki potensi untuk masuk ke putaran kedua.
Pertama, mayoritas pemilih saat ini menginginkan seorang pemimpin yang kuat atau strong leader yang mampu mengatasi krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19.
Baca Juga:Kim Myung Soo Bangga Perkenalkan Diri Jadi Akuntan di Teaser Baru 'Numbers'
"Oleh karena itu, dengan adanya Covid kebutuhan publik terhadap pemimpin yang strong leader untuk bisa menumbuhkan ekonomi itu semakin tinggi. Dari tiga nama capres, memang asosiasi strong leader yang mampu menumbuhkan ekonomi itu Prabowo Subianto," kata Adjie dalam paparannya, Jumat (19/5/2023).
Alasan kedua adalah adanya perpindahan dukungan dari pendukung Ganjar Pranowo ke Prabowo Subianto.
"Limpahan suara Pak Ganjar banyak berpindah ke Prabowo Subianto. Kenapa ke Prabowo bukan Pak Anies? Karena memang positioning Pak Prabowo lebih nasionalis dibandingkan Pak Anies," kata Adjie.
Pengalaman Prabowo di pemerintahan menjadi alasan ketiga yang memberikan keunggulan baginya.
"Di dua kali pilpres selalu ada isu Prabowo kuat secara gagasan akan tetapi lemah dari aspek teknis. Dan tidak punya pengalaman dalam mengelola pemerintahan. Ini di dua kali pilpres menjadi image yang membuat citra Prabowo lemah dibandingkan Pak Jokowi," ujar Adjie.
Alasan keempat adalah posisi Prabowo sebagai tokoh sentral yang diterima oleh berbagai spektrum politik di Indonesia.
"Kita lihat di Indonesia spektrum politik beragam. Tapi kalau dibagi ke kanan itu Islam ke nasionalis dan saat ini Pak Prabowo cenderung lebih ke tengah. Dengan image ini menguntungkan Prabowo karena dilihat sebagai sosok yang bisa diterima berbagai kalangan," kata Adjie. (*)